Corat Coret

Just corat-coret... Take it easy. I'm not teaching, but I'm just learning.

Wednesday, September 26, 2007

TV oh TV

Baru sadar lagi kalau saya itu punya blog. Dah lama juga tak di update. Ini juga sadarnya gara-gara banyak rekan di kantor yang ngebahas sinetron sahur produksinya bang Dedy Mizwar, Para Pencari Tuhan, yang ditayangkan SCTV. Kebetulan semenjak sahur pertama saya sudah nyetel sinetron apik. Karena senang dan cocok gak pindah-pindah channel lagi.

Seharusnya, seharusnya dan seharusnya, rumah produksi itu meniru bang Dedy dalam memproduksi sinetron. Sinetron tak harus melulu menyuguhkan saling iri dengki antar tokoh yang berlebihan, perebutan warisan harta, perebutan pacar di lingkungan SD hingga eksekutif muda. Diperparah lagi dengan suguhan penyiksaan dan pemfitnahan terhadap tokoh protagonisnya. Saya tak habis pikir, anak SD gitu loh, kok bisa-bisanya melakukan penyiksaan keji dan fitnah ala orang dewasa terhadap saingannya???

Saya sedikit terhibur dengan serial Si Entong, walaupun ceritanya sedikit berlebihan tapi saya salut pada TPI yang berani menyuguhkan sesuatu yang berbeda dan melawan arus persinetronan saat itu yang akhirnya memicu rumah produksi lain latah berjamaah membuat serial anak-anak dalam kemasan yang hampir sama atau dalam kemasan dongeng.

Itu dari segi cerita. Dari segi akting??? Amit-amiiiiit deh. Lihat saja para aktor nya yang kalau menunjukkan kemarahan wajah di jelek-jelekin, mata di pelototin. Atau pada saat satu tokoh sedang merencanakan sesuatu, maka para aktor pun memperlihatkan wajah licik yang rasanya mau bikin muntah. Semuanya tak wajar. Tak ada bagusnya dan sama sekali tak enak ditonton. Tapi anehnya kok pada ramai-ramai bikin sinetron begitu ya????

Makanya, sudah sebulan lebih saya sudah mematikan channel-channel yang memuat tayangan sinetron yang cenderung merusak. Tak cuma itu, TV yang menayangkan film kartun anak-anak pun saya habisi. Alasannya, anak saya jadi malas bermain jika sudah nonton. Akhirnya, tinggallah MetroTV, JakTV dan TVRI yang masih menghiasi di TV saya. Tuahnya cukup terasa. Anak jadi sangat rajin membaca dan juga lebih bergaul dengan tetangga walaupun gaulnya sering dimanfaatkan buat nonton TV juga.

Namun selama bulan Ramadhan ini, untuk sementara semua channel dibuka dulu agar anak dan isteri saya semangat pas makan sahur. Dan syukurlah, selain ada Tafsir Al Misbah ada juga sinetron Para Pencari Tuhan yang ceritanya cukup nyaman diikuti. Akting para aktornya pun tak berlebihan sehingga enak ditonton.

TV oh TV. Kau kubenci tapi kurindu.

Tuesday, July 17, 2007

PNS

PNS. Langsung yang terbersit dalam benak saya:
  • seragam
  • datang menjelang siang dan ngaso dulu
  • melayani seadanya (kalo mau cepat, ya pakai fulus)
  • pulang cepat
  • selalu mengeluh kalau gaji kurang
Begitu buruknya stigma tersebut di benak saya, terlebih setelah melihat salah satu tetangga saya yang PNS dan merangkap ketua RT, selalu menyempatkan diri memancing ikan terlebih dahulu hingga menjelang siang sebelum berangkat ke kantornya. Bukan main.

Ditambah lagi dengan cerita rekan kantor yang mengurus perizinan di departemen yang dipimpin ibu Mari Pangestu. Kesan canggih tergambar begitu menginjakkan kaki di gedung departemen tersebut. Gimana tidak? Pengunjung dapat mengurus perizinan dengan menggunakan dan memasukkan data-data melalui touch screen dan begitu proses entry data telah selesai akan muncul notifikasi bahwa dokumen dan perizinan yang dibutuhkan akan selesai dalam waktu 10 hari.

Tapi kenyataan jauh dari harapan. Tepat 2 minggu kemudian, rekan saya datang lagi untuk mengkonfirmasi. Jam 10.00 WIB, pegawai yang menangani perizinan belum nongol di kantor tersebut. 30 menit kemudian, muncullah bidadari yang ditunggu-tunggu. Dasar sial, sang bidadari malah ngobrol dulu ngolor ngidul dengan rekan lainnya. Akhirnya, setelah capek ngolor ngidul barulah sang bidadari melayani dan saat ditanyakan oleh rekan saya mengenai perizinan yang dimaksud, dengan cekatan dia mencari dokumen dan dengan cekatan juga dia menjawab,

"Dokumennya belum ada pak karena belum diurus dan tidak ada datanya. 1 juta rupiah kalau mau urusannya cepat"

Gedubrraaaaakk... Ha ha ha. Information Technology berupa touch screen ternyata tak ada gunanya dan hanya sebagai penghias lobby room semata. Sang ibu menteri ternyata hanya bisa seminar kesana-kesini dan sebagai nara sumber memberi masukan ini itu, tapi kenyataannya urusan dapur di internal departemennya tak mampu diberesin.

Jadi buat saya selama kinerja pelayan publik seperti itu ya yang pantes PNS itu singkatan dari Pegawai Negeri Sontoloyo. Pantes saja selama ini negeri kita dilecehkan terus oleh negeri-negeri lain, toh para pelayan publiknya saja sudah tak perduli dengan yang namanya kehormatan.

Duh Gusti. Saya berdo'a pada Allah SWT bila masih seperti itu terus, keluarga saya dijauhkan sejauh-jauhnya dari lingkungan tak sehat tersebut agar tidak cemar darah, tubuh dan hatinya.
Saya yakin diantara para PNS itu masih banyak yang bersih hati dan niatnya sehingga mereka sadar bahwa mereka ditugaskan semata-mata untuk melayani kepentingan masyakarat karena mereka digaji dari pungutan pajak masyarakat.

Sorry Mas Joko, Pak Deny dan Holan my friend, saya sih yakin kalian adalah PNS beneran, bukan salah satu dari Pegawai Negeri Sontoloyo tersebut.

Wassalam

Monday, January 15, 2007

Kita kah pemicu semua musibah ini???

Semua agama sepakat bahwa musibah itu salah satu bentuk peringatan atau ujian dari Tuhan kepada para umatnya. Negeri ini compang-camping akibat ditebar musibah. Apakah musibah ini akibat dosa yang kita lakukan? Banyakkah dosa yang telah kita lakukan?

Tak usah jauh-jauh, banyak dosa tanpa kita sadari telah dijadikan ritual untuk terus menerus dilakukan. Saya menceritakan yang sering saya lihat dan alami. Mulai beranjak dari rumah, kita sebagai penumpang suatu angkutan massal --- katakanlah KRL Express--- sering menggampangkan pembelian karcis dan lebih memilih untuk membayar kepada kondektur dengan separoh harga resmi. Sang kondektur pun menghargai perbuatan "edan" tersebut dengan menerima sogokan tersebut dan malah memang mencari penumpang model begini untuk menambah kocek pribadi mereka dengan cara berhenti di beberapa stasiun tak resmi. Lebih edan lagi, sang pengemplang bukannya merasa bersalah, malahan berlagak menjadi penguasa di gerbong tersebut. Rasa dosa dan malu telah jauh dari diri mereka. Saat disindir, jawaban-jawaban seenak perut terlontar, "Gak cuma gue kok yang begini, semua juga sama" atau "Makanya, ngasih harga karcis jangan mahal-mahal" atau "Kayak situ gak punya dosa aja" atau "Biarpun kurang, mending kami masih mau bayar" atau dari sisi kondektur dkk "Gaji kami gak seberapa dibanding dengan harga abudemen ekspress bapak ibu sekalian".

Yang lebih lucu lagi, mereka merasa masih punya harga diri. Saya jamin, sang pengemplang dan kondektur dkk pasti marah besar kalau kita sebut sama dengan koruptor walaupun kenyataannya kelakuannya sama, hanya berbeda dari sisi jumlah. Belum lagi jika terjadi kecelakaan di KRL, saya bisa pastikan, walaupun tanpa karcis sah, orang-orang seperti merekalah bakal menjadi yang terdepan dalam hal penuntutan ganti rugi asuransi. Dan yang membuat hati saya jadi tertawa, komunitas para pengemplang ini pun ada yang memegang HP mewah model terkini dan kadang berceloteh mengenai mendidik anak, musibah dan agama malah. Hi hi hi. Gimana mau mendidik anak dengan benar kalau kelakuan sendiri aja gak benar?

Ya, perbuatan dosa telah dibenarkan dalam keseharian kita. Tetap sholat ke mesjid, beribadah ke gereja namun tak sadar bahwa sikap keseharian kita yang seperti itu dapat mengikis habis makna peribadatan yang dilakukan. Akhirnya, ibadah dan dosa disetarakan, tak ada bedanya, sama-sama menjadi ritual keseharian.

Saya berdoa, semoga saya, keluarga saya, para pengemplang, kondektur atau siapa saja agar menjadi manusia yang pandai bersyukur dan mampu melihat kesalahan dalam diri sendiri serta mampu menghindari kesalahan tersebut. Saya juga berdoa, semoga musibah yang datang bertubi-tubi di negeri ini bukanlah bentuk amarah dari Tuhan akibat dari sikap kita mengabaikan nilai-nilai kebenaran dan membenarkan dosa-dosa yang sering kita lakukan.

Amien.

Wednesday, January 03, 2007

Pergeseran paradigma

Masih ingat dengan ungkapan "konsumen adalah raja"? Saya yakin masih banyak produsen yang menggadang-gadang cara pandang demikian. Namun belakangan ini, terutama di dunia digital, konsumen dihadapkan pada pilihan membeli untuk diatur atau tidak sama sekali. Paradigma bergeser menjadi "produsen adalah raja".

Adalah mantra "hak cipta" yang menjadi alasan pembenaran kelakuan para produsen tersebut. Serba susah memang. Di satu sisi, hak cipta harus dihormati dan dihargai untuk merangsang tumbuhnya inovasi, namun di sisi lain para konsumen jadi terbebani royalti dengan nilai yang semakin tidak masuk akal. Produsen yang tak mau rugi tentunya ikut memperkeruh suasana dengan menciptakan berbagai aturan-aturan yang mengikat dan menempatkan konsumen sebagai pihak yang tak layak dipercaya.

Itulah kondisi yang sedang diciptakan oleh para produsen software dan film. Teknologi DRM dikembangkan dan diterapkan untuk membatasi pergerakan content. HD-DVD dan Blu-ray disk dibatasi duplikasinya. Untuk content film, kedua jenis disk tersebut diusahakan untuk tidak dapat dijalankan di PC dengan tujuan meminimalisasi pembajakan. Microsoft pun tak mau ketinggalan dengan Vista-nya. Fitur DRM dengan galak menghentikan Vista bila kita mengganti peripheral PC kita dan mewajibkan kita untuk melaporkan perihal penggantian ini. ZAMAN EDAN memang. Kita tak bisa bertindak sesuai dengan kepentingan kita walaupun berada di wilayah kewenangan kita sendiri. Bayangkan, kita harus melapor ke developer saat hendak mengganti lampu yang rusak atau perabot yang jelek di rumah kita jika tidak ingin rumah kita terkunci secara otomatis.

Ya, paradigma bergeser. Kita sebagai konsumen tak lagi punya hak sepenuhnya atas sesuatu yang kita beli. Kita saat ini tak lebih sebagai penyewa dengan bayaran dimuka dan dititipkan barang seumur hidup. Tak ada lagi kepercayaan dari produsen padahal kerugian yang digembar-gemborkan adalah dalam penaksiran semata. Kata "kerugian" tak lebih dari ungkapan dari "potensi penghasilan yang kami dapatkan bila tak dibajak". Ya, hanya POTENSI!!! Padahal bila produk mereka tak dibajak, konsumen juga belum tentu membeli. Sejak tahun 1990, tak pernah didengar Microsoft merugi dalam laporan keuangan mereka, malah tiap tahun keuntungan yang diraih bertambah dan bertambah walaupun tiap tahun pula tingkat pembajakan atas produk mereka semakin meningkat. Dan juga adakah produsen film box office yang melaporkan kerugian mereka???

Sebodo teuing lah. Saya menghormati hak cipta namun saya juga tak mau dibatasi. Apalagi yang namanya membeli software berarti saya juga membeli segala "kutu-kutu" yang terserak didalamnya yang juga berpotensi merugikan saya dan anehnya produsen tak pernah dituntut untuk masalah ini. Saya tak mau selalu menjadi pihak pecundang, makanya saya berusaha untuk tak memakai produk dengan fitur DRM. Toh nanti selalu ada orang-orang dengan kepandaian tak normal yang bisa membobol semuanya, biar tahu rasa. Untungnya lagi, masih ada orang seperti Richard Stallman dan Linus Torvarld, jadi saya selalu punya pilihan. he he he

Wassalam

Monday, December 11, 2006

Pakai Server Branded? Susah....

Ini bentuk kekecewaan saya pada kontinyuitas peripheral pendukung server branded saya. Gimana tak kecewa saat kita sedang ketiban sial tuk berjibaku karena sebuah server "ngambek" dan ternyata kita tahu obat ngambek itu tak tersedia di Indonesia?! Dan jum'at kemarin sayalah orang yang ketiban sial itu.

File server yang merangkap email server berhenti beroperasi karena ruangan server mengalami overheat gara-gara AC mati seharian. Selidik punya selidik, akhirnya controller RAID SCSI lah menjadi sang tertuduh karena tak kuat panas. Dan ini bagian yang saya tak suka walaupun saya sudah bisa duga, peripheral tersebut tidak bisa disubtitute dengan produk manufaktur lain dan bila ingin membeli peripheral tersebut harus indent walaupun saya memesan langsung ke authorized dealer. Alasan authorized dealer itu pun selalu sama dari dulu, peripheral tersebut discontinue product. Padahal saat saya searching via internet, ketersediaan barang tersebut melimpah tapi tidak di Indonesia dan saya yakin kebijakan para dealer yang jelas-jelas mempersulit customer ini lebih diakibatkan karena kebijakan zero inventory, bukan karena produk yang diskontinyu.

Pengalaman menunggu peripheral yang indent sudah beberapa kali saya alami dan kejadian yang terakhir ini betul-betul membuat saya berpikir 16 kali untuk membuat keputusan menggunakan server branded di kemudian hari. Selama server generic bisa mengakomodir business requirement saya, lebih baik saya membangun sendiri server generic dengan kapasitas yang wah dengan ketersediaan barang yang tidak menyulitkan saat terjadi sesuatu terhadap server saya. Satu-satunya alasan yang bisa menggugah keputusan saya untuk tetap menggunakan server branded adalah saya masih mempunyai kesabaran yang tinggi dan rela untuk menunggu peripheral yang saya butuhkan saat terjadi sesuatu. He he he.

Semoga uneg-uneg saya bermanfaat buat kita semua.

Wassalam

Friday, November 24, 2006

Ikhlas

Ikhlas. Kata yang gampang sekali untuk dituturkan namun berat sekali pelaksanaannya. Saya pun tersadar akan beratnya bobot makna kata ini saat mengikuti kajian Ramadhan kemarin. Saat itu nurani saya berkali-kali disentil dan disindir sehingga membuat saya merasa berada di titik kualitas rohani yang rendah.

Posting ini sekedar mengulangi apa yang saya ingat tentang kajian yang disampaikan oleh sang ustadz (semoga rahmat Allah atas beliau) yang menyampaikan dengan penuh senyum tapi lugas.

Singkat saja. Ikhlas yang dimaksud adalah niat yang benar-benar murni untuk mencari ridho Allah semata. Ikhlas menjadi pondasi kita dalam beribadah. Bahkan dalam kalangan sufi keutamaan pelaksanaan ritual ibadah tingkatannya berada di bawah ikhlas. Kualitas ibadah bergantung dari keikhlasan kita. Kesimpulan itu bisa didapatkan dari berbagai riwayat hadist dimana rasulullah mengungkapkan kepada sahabat jika ingin beribadah, tirulah si fulan yang notabene ritual ibadahnya terlihat biasa. Tetapi rasulullah diberikan kelebihan dari Allah untuk mengetahui isi hati seseorang sehingga bisa menilai kekhusyukan ibadahnya.

Keikhlasan yang murni hanya dapat dicapai dengan pelatihan rohani terus menerus tanpa henti. Tak banyak manusia yang bisa menggapainya. Bila seseorang sudah mencapai tahap tertinggi, dia akan menjadi zuhud dan "cuek" terhadap pandangan dunia yang senantiasa menggodanya. Keberaniannya otomatis akan berada di tingkat tertinggi juga, karena yang dia takutkan hanyalah Allah semata. Hal ini yang membuat saya mafhum, betapapun para nabi, pengikut setia dan alim ulama dicaci-maki, disiksa hingga dibunuh mereka tetap teguh pada pendiriannya karena memang tindak tanduk mereka dan segala ibadahnya semuanya berlandaskan pada keikhlasan yang tinggi. Keikhlasan yang murni itulah yang membuat segala perkataan dan tindak tanduk mereka selalu dipenuhi hikmah yang berguna untuk orang lain.

Jika kita berdakwah dan beribadah berlandaskan pada keikhlasan dan sesuai dengan syar'i, tentu saja kita tak peduli reaksi sekeliling kita. Tak peduli kita akan menjadi bahan gunjingan dan cemoohan. Tak peduli kita akan dilihat sebagai "anak baik" oleh orang lain. Yang penting ikhlas.

Lawan dari ikhlas adalah riya. Saat kita menjalankan ibadah karena ingin dipuji sebagai orang baik, itulah riya. Saat kita menjalankan ibadah ingin meredam prasangka dari orang lain, itulah riya. Saat kita beribadah sembunyi-sembunyi untuk menghindari prasangka orang pun akan menjadi riya. Saat kita beribadah karena dipaksa dan diperintah oleh orang lain, itu juga riya. Saat berdakwah karena ingin mengukur tingkat kedalaman ilmu kita, itu juga riya dan banyak manusia yang tergelincir disini. Marah karena ikhlas jauh lebih baik dibanding dengan bersabar karena riya, karena marah karena ikhlas tak akan menyimpan dendam dan menunjukkan besar kasih sayang karena khawatir dengan kondisi orang lain tak berjalan dalam batas agama.

Itulah wejangan sang ustadz yang dapat saya ingat. Menyesal juga kemarin tak membawa alat tulis. Dan sang ustadz terlihat ikhlas dalam menyampaikan wejangan ini (insya Allah). Tergambar jelas dari sinar wajah, senyuman dan sikap yang cuek dari beliau. Tak dia pedulikan para jama'ah yang berada di depan matanya mendengarkan sambil duduk, sambil tiduran dan mengobrol dengan yang lain.

Ending film "Kiamat Sudah Dekat" arahan Deddy Mizwar saya rasakan mampu menggambarkan arti keikhlasan itu secara sederhana dan gampang diterima. Dan bahasan KH Muzadi di sini menjadi bacaan yang menarik juga.

Semoga saya juga ikhlas dalam mem-posting tulisan ini dan yang membacanya (jika ada) juga ikhlas menerima segala kekurangan tulisan ini.

Wassalam

Labels:

Thursday, November 23, 2006

Sabar

Sabar memang tiada batasnya dan Allah SWT pun sudah mengetahui bahwa manusia itu akan sulit sekali untuk bersabar sehingga menekankan kita untuk melakukan hal ini berkali-kali dalam firmanNya dalam Al Quran dan saya hitung secara kasar ada lebih dari 85 ayat yang mengandung makna "sabar".

Namun gawatnya, saya menyadari hal ini tapi tak mampu untuk melaksanakannya. Mulai dari bangun tidur sudah harus mengomel karena berebut jatah mandi dengan anak, dilanjutkan dengan ngedumel (walaupun dalam hati) saat sarapan karena masakan istri tercinta kurang sreg. Ditambah lagi dengan perjalanan ke kantor yang kadang tak menyenangkan plus kerjaan di kantor plus lain-lain, sampai-sampai saya bertanya, sebenarnya adakah rasa sabar dalam diri saya?

Ternyata manusia sekelas nabi pun ada yang putus rasa sabarnya. Ini bukan pembenaran atas minimnya rasa sabar dalam diri saya, tapi sekedar fakta yang harus diungkapkan untuk diambil hikmahnya. Nabi Yunus AS pernah hilang rasa sabarnya saat berdakwah. Bila memakai logika kita, berdakwah selama puluhan tahun dengan jumlah pengikut hanya 2 orang tentulah lumrah jika sang nabi berputus asa. Namun karena perintah Allah adalah perintah yang harus dilaksanakan dan tak terbantahkan, tetap saja hal ini tak dapat diterima oleh Allah sehingga sang nabi pun dihukum dengan cara dibuang dari kapal di tengah badai laut dan ditelan oleh ikan paus selama 3 hari 3 malam. Syukurlah, memang pada dasarnya hati para nabi itu bersih dan maksum, sang nabi cepat sadar akan kesalahannya dan bertobat. Hikmahnya buat kita, jangan pernah berhenti untuk bersabar.

Al Qur'an dan hikayat telah menceritakan kisah-kisah manusia-manusia hebat yang selalu "betah" dalam kesabaran. Nabi Nuh yang berdakwah selama 470 tahun tanpa henti dengan jumlah pengikut hanya 80 orang. Nabi Ayub yang ditimpa cobaan dengan penyakit selama bertahun-tahun namun tetap berzikir dan bersyukur. Nabi Yusuf yang menjalani dengan sabar kehidupan penjara karena fitnah. Nabi Zakaria walaupun sampai uzur selalu bersabar dalam berdo'a agar dapat dikaruniai anak. Nabi Muhammad SAW yang bersabar saat dilempari batu di Thoif dan diintimidasi selama 13 tahun di Makkah. Dan juga kisah Basyar alias nabi Dzulkifli si Raja Sabar karena tak pernah sekalipun beliau marah dalam hidupnya.

Semua kisah-kisah tersebut membuat saya malu akan tingkat kesabaran saya. Jangankan diperintahkan untuk berdakwah, dalam lingkungan keluarga saja saya masih terlalu jauh dari rasa sabar. Walaupun kadang mulut bisa dibungkam, tapi mata yang melotot, mimik muka dan gerak tubuh yang mengancam tetaplah pertanda minimnya rasa sabar dalam diri saya. Kondisi seperti inilah yang membuat saya selalu berdo'a untuk mendapatkan kesabaran walaupun hanya sepenggal dari manusia-manusia terpuji diatas.

Semoga saya bisa bersabar untuk menggapai kesabaran.

Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

Wassalam.

Labels:

Monday, October 09, 2006

su

Di lingkungan Unix, BSD atau Linux, ini salah satu tools kecil namun bermanfaat dan para administrator di lingkungan OS tersebut tak asing lagi dengan tools ini karena cukup sering penggunaannya. Biarpun tools ini cukup kecil dan sering terpakai, ternyata banyak dari kita yang belum memaksimalkan kegunaannya.

Selintas su
su, singkatan dari substitute user, berguna untuk memudahkan pengguna untuk berganti user dalam session yang sama sehingga pengguna tidak perlu melakukan log-out dari satu session terlebih dahulu.

Sejatinya, su berguna untuk switching antara username tanpa memandang level akses, namun pada kenyataannya, tools ini digunakan untuk switching antar regular user ke root, sehingga banyak yang salah mengartikan makna su itu sendiri dengan memberikan singkatan "super user".

Tools ini memiliki beberapa kelebihan dan keunggulan, diantaranya:
  • su merupakan utility yang simple dan ringkas untuk berganti-ganti user, baik ke level root maupun ke regular user lainnya.
  • salah satu cara yang aman untuk administrator dalam sistem multi-user dibandingkan dengan log-in langsung dengan menggunakan root. Sebagaimana kita ketahui, login sebagai ordinary user dapat meminimalisasi kejadian-kejadian tak terduga karena power root yang begitu besar, dan su dapat dimaksimalkan dengan switching secara ringkas ke level root saat benar-benar diperlukan.
  • su memperluas kemampuan console terminal untuk OS yang tidak mendukung multi-session.
  • dengan menggunakan su, setiap switching user akan tercatat di log yang akan memudahkan system auditing.
Syntax su
Secara umum, syntax su adalah

su [options] [command] [-] [username]

Parameter yang bertanda kurung adalah optional. Jadi, su dapat dijalankan tanpa parameter apapun. Contoh:

$ su

Dengan perintah diatas, system secara default akan switching ke root. Tak ada bedanya dengan perintah

$ su root

atau untuk switching log-in ke user doni, cukup ketikkan perintah:

$ su doni


Lebih jauh dengan su
su punya keterkaitan yang erat dengan setting environment variable dan class. Setiap user memiliki environment variable dan class yang berbeda dan spesifik dan saat switching user, system akan menyesuaikan enviroment setting ini sesuai dengan parameter saat kita menjalankan su. Untuk lebih cepat dan gampang memahaminya, kita coba perintah berikut:

$ echo $PATH
$ su root
Password:
# echo $PATH

kita bisa melihat perbedaan antara setting enviroment ordinary user dibandingkan dengan root. Sekarang kita coba perintah berikutnya:

$ echo $PATH
$ su - root
Password:
# echo $PATH

Bisa dibedakan antara hasil dari contoh perintah pertama dan contoh perintah kedua? Ya, setting environment dengan menggunakan option - atau -l terlihat jauh lebih detil tapi tidak tertutup kemungkinan sama atau lebih sedikit. Hal ini disebabkan system membaca setting environment yang tersimpan di .bash_profile (.profiles di beberapa distro) dan di .bashrc. Ini sering menjadi penyebab utama saat kita gagal menjalankan perintah di level root karena option - (hypen) terlupakan saat memanggil su.

Selain dari perbedaan setting enviroment diatas, option - (hypen) atau -l akan membawa switched user ke home directory masing-masing.

su pun ternyata cukup ampuh untuk menjalankan stricted command ala sudo dengan parameter -c.
Dengan parameter ini, kita dapat menjalankan beberapa stricted command dan setelah system selesai menjalankan satu perintah, session akan langsung mengembalikan akses level ke user pemanggil. Contoh:

$ su -c "ls /root"

atau

$ su -c "ls /root" - root

contoh diatas, system akan menjalankan perintah "ls /home/doni" dalam level root, dan langsung mengembalikan session ke user asal.

Atau, jika kita ingin switching user dan kita ingin setting environment tidak berubah alias identik dengan user asal, coba jalankan perintah-perintah dibawah:

$ echo $PATH
$ su -m root
Password:
# echo $PATH

Demikian sekilas su, semoga paparan sederhana karena keterbatasan ilmu saya ini dapat menambah sedikit wawasan kita semua.

Wassalam

sumber:
+ man page su
+ http://www.bellevuelinux.org/su.html


Friday, October 06, 2006

Berinovasi dan berhegemoni

Satu organisasi untuk mencapai hegemoni dan menegaskan superioritas atas kompetitor lainnya tentu harus berinovasi. Masing-masing memiliki cara sendiri dalam berinovasi. Ada yang benar-benar menghadirkan satu inovasi yang revolusioner dan ada juga inovasi dalam bentuk perbaikan dari produk inovasi yang telah ada sebelumnya.

Di dalam perjalanannya, ternyata setelah saya perhatikan (dalam kaca mata awam) inovasi yang revolusioner bukan jaminan sebuah entreprise segera dapat menggapai hegemoni. Pasarlah yang paling menentukan. Sebagai contoh, kita lihat sang raksasa Microsoft. Siapapun tak meragukan hegemoni dan superiotasnya di dunia IT. Tapi setelah dilihat secara seksama, apa produk inovasi revolusioner dari perusahaan ini? Hampir tidak ada, dengan kata lain sedikit sekali.

Kita mulai ambil contoh dari produk OS Windows yang sangat merakyat itu. Benarkah Windows itu inovasi revolusioner Microsoft? Ternyata tidak. Memang benar Microsoft berinovasi di situ, tapi tidaklah revolusioner menurut saya. Microsoft "hanya" memindahkan gaya interface GUI milik MacOS ke platform DOS. Inovasi Microsoft disitu, lebih ke kosmetik dan porting di platform DOS. Apple lah yang memiliki inovasi revolusioner ini. Disamping OS yang revolusioner di zaman itu, Apple juga menelurkan produk mouse seperti yang kita kenal sekarang. Pada akhirnya, Microsoft yang lebih beruntung, karena produknya sesuai dengan kondisi pasar saat itu yang dikuasai oleh PC kompatibel IBM dengan DOS-nya.

Produk MS-Office? Lihat saja pada zaman munculnya MS-Office, Lotus sudah lebih dahulu bermain-main disitu dengan Lotus Suite.

MS-Exchange? Lagi-lagi Lotus Notes sudah menjelajah daerah corporate and colaboration messaging itu lebih dulu.

Active Directory? Sudah banyak yang berinovasi disini sebelumnya. Dimulai dengan produk BIND nya BSD (kita lebih mengenal dengan nama DNS), NIS dan NIS+ nya Sun serta e-Directory dari Novell.

Windows Aero yang bakal ada di Vista? Ini apalagi. Apple (lagi) telah mencangkokkan fitur ini ke Mac OS X. Komunitas open source malah sudah berhasil mengimplemetasikan terlebih dahulu melalui paket Xgl. Hebatnya, Xgl dapat berjalan baik cukup dengan on board video card sehingga tidak memerlukan requirement hardware seperti Aero look nya Vista yang meminta Video Card Memory 128MB, DirectX 9 compatible, Pixel View 2.0 support dan WDDM (banyak sekali ya???)

Virtual Server? Komunitas Open Source yang disebut "komunis" oleh salah satu petinggi Microsoft malah sudah curi start duluan. Toh akhirnya Microsoft mengakui kebutuhan fitur ini di dalam OS nya dan menggandeng Xensource (komunitas open source) untuk mengembangkannya di platform Windows.

Diluar itu semua, satu inovasi Microsoft yang saya akui cukup revolusioner adalah integrasi dan user-management-friendly. Kita lihat MS-Exchange, walaupun secara fungsional setara dengan Lotus Notes, namun integrasi ke ActiveDirectory benar-benar mengesankan. Rasakan juga kemudahan managemen MS-Exchange maupun ActiveDirectory. Juga bagaimana OLE dapat berinteraksi dengan sempurna antara produk-produk Microsoft. Kita bisa meletakkan dokumen Excel di Word dengan gampang,

Integrasi yang nyaman juga kita rasakan saat menggunakan produk keluarga Visual (Visual Basic dan saudaranya). Seolah-olah kita dibawa ke lingkungan visual programming. Kenapa saya pakai kata seolah-olah? Karena banyak orang yang salah mengartikan makna visual programming itu sendiri. Visual programming yang sesungguhnya adalah dimana programmer menggunakan icon-icon atau simbol grafis dalam menyusun satu program (Powware, StarLogo dll). Visual programming moderen bahkan sudah terintegrasi dengan UML. Nah, Visual Basic sendiri sebenarnya adalah programming kontekstual yang dilengkapi dengan IDE GUI. Disinilah kehebatan inovasi Microsoft.

Hal-hal yang saya paparkan diatas menjadi dasar asumsi saya bahwa pasarlah yang menentukan hegemoni satu organisasi dan Microsoft melakukannya dengan baik melalui cara berinovasi terbatas tapi dapat diterima pasar. Tapi bukan berarti inovasi yang relovusioner harus menyesuaikan kebutuhan pasar. Banyak inovasi revolusioner yang malah menciptakan pasar, seperti Apple dengan iPod nya. Siapa yang tadinya butuh mp3 player mobile sebelum iPod ada? Begitu iPod muncul, orang beramai-ramai mendadak "butuh" akan adanya alat ini.

Akhir kata, jangan takut berinovasi walaupun inovasi tersebut tak menjamin akan membawa kita ke tahap hegemoni, karena hegemoni hanya dapat dicapai dengan banyak faktor pendukung diluar dari inovasi itu sendiri.

Wassalam

Monday, October 02, 2006

Xen

Daku berinisiatif untuk mencoba produk virtual server ini pagi ini. Tapi sayangnya, malah kegagalan yang didapat. Tapi tak seluruhnya gagal, karena kegagalan yang saya dapatkan hanya kegagalan untuk menginstall dan mengkonfigurasi server agar Linux dan Windows dapat berjalan seiring dalam satu mesin. Sedangkan menyandingkan Linux dengan distro yang berbeda sudah tak ada masalah, mungkin percobaan berikutnya adalah Linux dan disandingkan dengan OpenSolaris.

Selidik sana dan sini, ternyata untuk menyandingkan Linux dan Windows sebagai guest OS nya dibutuhkan processor dengan fitur VT Enabled untuk Intel atau V-Enabled untuk AMD. Dan apesnya, processor saya hanya berselisih sedikit saja dari official list yang dikeluarkan oleh Xen. Disana tertulis, Xen minimum requirement, untuk processor AMD minimum Athlon64 3000+ dan seri yang saya gunakan adalah AMD Athlon64 2800+. Padahal, hardisk dengan ukuran 160GB sudah saya sediakan untuk keperluan ini. Artinya saya menunggu timing yang pas untuk upgrage AMD Athlon64 saya karena processor yang saya gunakan saat ini masih relatif baru.

Ya sudahlah. Sekarang, terpaksa saya mencoba alternatif lain, qemu, walaupun secara teknis dibandingkan dengan Xen, qemu akan membuat system mengalami degradasi performance secara signifikan.

Tak ada akar rotan pun jadi.

Wassalam

/body>