Corat Coret

Just corat-coret... Take it easy. I'm not teaching, but I'm just learning.

Monday, January 15, 2007

Kita kah pemicu semua musibah ini???

Semua agama sepakat bahwa musibah itu salah satu bentuk peringatan atau ujian dari Tuhan kepada para umatnya. Negeri ini compang-camping akibat ditebar musibah. Apakah musibah ini akibat dosa yang kita lakukan? Banyakkah dosa yang telah kita lakukan?

Tak usah jauh-jauh, banyak dosa tanpa kita sadari telah dijadikan ritual untuk terus menerus dilakukan. Saya menceritakan yang sering saya lihat dan alami. Mulai beranjak dari rumah, kita sebagai penumpang suatu angkutan massal --- katakanlah KRL Express--- sering menggampangkan pembelian karcis dan lebih memilih untuk membayar kepada kondektur dengan separoh harga resmi. Sang kondektur pun menghargai perbuatan "edan" tersebut dengan menerima sogokan tersebut dan malah memang mencari penumpang model begini untuk menambah kocek pribadi mereka dengan cara berhenti di beberapa stasiun tak resmi. Lebih edan lagi, sang pengemplang bukannya merasa bersalah, malahan berlagak menjadi penguasa di gerbong tersebut. Rasa dosa dan malu telah jauh dari diri mereka. Saat disindir, jawaban-jawaban seenak perut terlontar, "Gak cuma gue kok yang begini, semua juga sama" atau "Makanya, ngasih harga karcis jangan mahal-mahal" atau "Kayak situ gak punya dosa aja" atau "Biarpun kurang, mending kami masih mau bayar" atau dari sisi kondektur dkk "Gaji kami gak seberapa dibanding dengan harga abudemen ekspress bapak ibu sekalian".

Yang lebih lucu lagi, mereka merasa masih punya harga diri. Saya jamin, sang pengemplang dan kondektur dkk pasti marah besar kalau kita sebut sama dengan koruptor walaupun kenyataannya kelakuannya sama, hanya berbeda dari sisi jumlah. Belum lagi jika terjadi kecelakaan di KRL, saya bisa pastikan, walaupun tanpa karcis sah, orang-orang seperti merekalah bakal menjadi yang terdepan dalam hal penuntutan ganti rugi asuransi. Dan yang membuat hati saya jadi tertawa, komunitas para pengemplang ini pun ada yang memegang HP mewah model terkini dan kadang berceloteh mengenai mendidik anak, musibah dan agama malah. Hi hi hi. Gimana mau mendidik anak dengan benar kalau kelakuan sendiri aja gak benar?

Ya, perbuatan dosa telah dibenarkan dalam keseharian kita. Tetap sholat ke mesjid, beribadah ke gereja namun tak sadar bahwa sikap keseharian kita yang seperti itu dapat mengikis habis makna peribadatan yang dilakukan. Akhirnya, ibadah dan dosa disetarakan, tak ada bedanya, sama-sama menjadi ritual keseharian.

Saya berdoa, semoga saya, keluarga saya, para pengemplang, kondektur atau siapa saja agar menjadi manusia yang pandai bersyukur dan mampu melihat kesalahan dalam diri sendiri serta mampu menghindari kesalahan tersebut. Saya juga berdoa, semoga musibah yang datang bertubi-tubi di negeri ini bukanlah bentuk amarah dari Tuhan akibat dari sikap kita mengabaikan nilai-nilai kebenaran dan membenarkan dosa-dosa yang sering kita lakukan.

Amien.

Wednesday, January 03, 2007

Pergeseran paradigma

Masih ingat dengan ungkapan "konsumen adalah raja"? Saya yakin masih banyak produsen yang menggadang-gadang cara pandang demikian. Namun belakangan ini, terutama di dunia digital, konsumen dihadapkan pada pilihan membeli untuk diatur atau tidak sama sekali. Paradigma bergeser menjadi "produsen adalah raja".

Adalah mantra "hak cipta" yang menjadi alasan pembenaran kelakuan para produsen tersebut. Serba susah memang. Di satu sisi, hak cipta harus dihormati dan dihargai untuk merangsang tumbuhnya inovasi, namun di sisi lain para konsumen jadi terbebani royalti dengan nilai yang semakin tidak masuk akal. Produsen yang tak mau rugi tentunya ikut memperkeruh suasana dengan menciptakan berbagai aturan-aturan yang mengikat dan menempatkan konsumen sebagai pihak yang tak layak dipercaya.

Itulah kondisi yang sedang diciptakan oleh para produsen software dan film. Teknologi DRM dikembangkan dan diterapkan untuk membatasi pergerakan content. HD-DVD dan Blu-ray disk dibatasi duplikasinya. Untuk content film, kedua jenis disk tersebut diusahakan untuk tidak dapat dijalankan di PC dengan tujuan meminimalisasi pembajakan. Microsoft pun tak mau ketinggalan dengan Vista-nya. Fitur DRM dengan galak menghentikan Vista bila kita mengganti peripheral PC kita dan mewajibkan kita untuk melaporkan perihal penggantian ini. ZAMAN EDAN memang. Kita tak bisa bertindak sesuai dengan kepentingan kita walaupun berada di wilayah kewenangan kita sendiri. Bayangkan, kita harus melapor ke developer saat hendak mengganti lampu yang rusak atau perabot yang jelek di rumah kita jika tidak ingin rumah kita terkunci secara otomatis.

Ya, paradigma bergeser. Kita sebagai konsumen tak lagi punya hak sepenuhnya atas sesuatu yang kita beli. Kita saat ini tak lebih sebagai penyewa dengan bayaran dimuka dan dititipkan barang seumur hidup. Tak ada lagi kepercayaan dari produsen padahal kerugian yang digembar-gemborkan adalah dalam penaksiran semata. Kata "kerugian" tak lebih dari ungkapan dari "potensi penghasilan yang kami dapatkan bila tak dibajak". Ya, hanya POTENSI!!! Padahal bila produk mereka tak dibajak, konsumen juga belum tentu membeli. Sejak tahun 1990, tak pernah didengar Microsoft merugi dalam laporan keuangan mereka, malah tiap tahun keuntungan yang diraih bertambah dan bertambah walaupun tiap tahun pula tingkat pembajakan atas produk mereka semakin meningkat. Dan juga adakah produsen film box office yang melaporkan kerugian mereka???

Sebodo teuing lah. Saya menghormati hak cipta namun saya juga tak mau dibatasi. Apalagi yang namanya membeli software berarti saya juga membeli segala "kutu-kutu" yang terserak didalamnya yang juga berpotensi merugikan saya dan anehnya produsen tak pernah dituntut untuk masalah ini. Saya tak mau selalu menjadi pihak pecundang, makanya saya berusaha untuk tak memakai produk dengan fitur DRM. Toh nanti selalu ada orang-orang dengan kepandaian tak normal yang bisa membobol semuanya, biar tahu rasa. Untungnya lagi, masih ada orang seperti Richard Stallman dan Linus Torvarld, jadi saya selalu punya pilihan. he he he

Wassalam

/body>