Corat Coret

Just corat-coret... Take it easy. I'm not teaching, but I'm just learning.

Monday, October 09, 2006

su

Di lingkungan Unix, BSD atau Linux, ini salah satu tools kecil namun bermanfaat dan para administrator di lingkungan OS tersebut tak asing lagi dengan tools ini karena cukup sering penggunaannya. Biarpun tools ini cukup kecil dan sering terpakai, ternyata banyak dari kita yang belum memaksimalkan kegunaannya.

Selintas su
su, singkatan dari substitute user, berguna untuk memudahkan pengguna untuk berganti user dalam session yang sama sehingga pengguna tidak perlu melakukan log-out dari satu session terlebih dahulu.

Sejatinya, su berguna untuk switching antara username tanpa memandang level akses, namun pada kenyataannya, tools ini digunakan untuk switching antar regular user ke root, sehingga banyak yang salah mengartikan makna su itu sendiri dengan memberikan singkatan "super user".

Tools ini memiliki beberapa kelebihan dan keunggulan, diantaranya:
  • su merupakan utility yang simple dan ringkas untuk berganti-ganti user, baik ke level root maupun ke regular user lainnya.
  • salah satu cara yang aman untuk administrator dalam sistem multi-user dibandingkan dengan log-in langsung dengan menggunakan root. Sebagaimana kita ketahui, login sebagai ordinary user dapat meminimalisasi kejadian-kejadian tak terduga karena power root yang begitu besar, dan su dapat dimaksimalkan dengan switching secara ringkas ke level root saat benar-benar diperlukan.
  • su memperluas kemampuan console terminal untuk OS yang tidak mendukung multi-session.
  • dengan menggunakan su, setiap switching user akan tercatat di log yang akan memudahkan system auditing.
Syntax su
Secara umum, syntax su adalah

su [options] [command] [-] [username]

Parameter yang bertanda kurung adalah optional. Jadi, su dapat dijalankan tanpa parameter apapun. Contoh:

$ su

Dengan perintah diatas, system secara default akan switching ke root. Tak ada bedanya dengan perintah

$ su root

atau untuk switching log-in ke user doni, cukup ketikkan perintah:

$ su doni


Lebih jauh dengan su
su punya keterkaitan yang erat dengan setting environment variable dan class. Setiap user memiliki environment variable dan class yang berbeda dan spesifik dan saat switching user, system akan menyesuaikan enviroment setting ini sesuai dengan parameter saat kita menjalankan su. Untuk lebih cepat dan gampang memahaminya, kita coba perintah berikut:

$ echo $PATH
$ su root
Password:
# echo $PATH

kita bisa melihat perbedaan antara setting enviroment ordinary user dibandingkan dengan root. Sekarang kita coba perintah berikutnya:

$ echo $PATH
$ su - root
Password:
# echo $PATH

Bisa dibedakan antara hasil dari contoh perintah pertama dan contoh perintah kedua? Ya, setting environment dengan menggunakan option - atau -l terlihat jauh lebih detil tapi tidak tertutup kemungkinan sama atau lebih sedikit. Hal ini disebabkan system membaca setting environment yang tersimpan di .bash_profile (.profiles di beberapa distro) dan di .bashrc. Ini sering menjadi penyebab utama saat kita gagal menjalankan perintah di level root karena option - (hypen) terlupakan saat memanggil su.

Selain dari perbedaan setting enviroment diatas, option - (hypen) atau -l akan membawa switched user ke home directory masing-masing.

su pun ternyata cukup ampuh untuk menjalankan stricted command ala sudo dengan parameter -c.
Dengan parameter ini, kita dapat menjalankan beberapa stricted command dan setelah system selesai menjalankan satu perintah, session akan langsung mengembalikan akses level ke user pemanggil. Contoh:

$ su -c "ls /root"

atau

$ su -c "ls /root" - root

contoh diatas, system akan menjalankan perintah "ls /home/doni" dalam level root, dan langsung mengembalikan session ke user asal.

Atau, jika kita ingin switching user dan kita ingin setting environment tidak berubah alias identik dengan user asal, coba jalankan perintah-perintah dibawah:

$ echo $PATH
$ su -m root
Password:
# echo $PATH

Demikian sekilas su, semoga paparan sederhana karena keterbatasan ilmu saya ini dapat menambah sedikit wawasan kita semua.

Wassalam

sumber:
+ man page su
+ http://www.bellevuelinux.org/su.html


Friday, October 06, 2006

Berinovasi dan berhegemoni

Satu organisasi untuk mencapai hegemoni dan menegaskan superioritas atas kompetitor lainnya tentu harus berinovasi. Masing-masing memiliki cara sendiri dalam berinovasi. Ada yang benar-benar menghadirkan satu inovasi yang revolusioner dan ada juga inovasi dalam bentuk perbaikan dari produk inovasi yang telah ada sebelumnya.

Di dalam perjalanannya, ternyata setelah saya perhatikan (dalam kaca mata awam) inovasi yang revolusioner bukan jaminan sebuah entreprise segera dapat menggapai hegemoni. Pasarlah yang paling menentukan. Sebagai contoh, kita lihat sang raksasa Microsoft. Siapapun tak meragukan hegemoni dan superiotasnya di dunia IT. Tapi setelah dilihat secara seksama, apa produk inovasi revolusioner dari perusahaan ini? Hampir tidak ada, dengan kata lain sedikit sekali.

Kita mulai ambil contoh dari produk OS Windows yang sangat merakyat itu. Benarkah Windows itu inovasi revolusioner Microsoft? Ternyata tidak. Memang benar Microsoft berinovasi di situ, tapi tidaklah revolusioner menurut saya. Microsoft "hanya" memindahkan gaya interface GUI milik MacOS ke platform DOS. Inovasi Microsoft disitu, lebih ke kosmetik dan porting di platform DOS. Apple lah yang memiliki inovasi revolusioner ini. Disamping OS yang revolusioner di zaman itu, Apple juga menelurkan produk mouse seperti yang kita kenal sekarang. Pada akhirnya, Microsoft yang lebih beruntung, karena produknya sesuai dengan kondisi pasar saat itu yang dikuasai oleh PC kompatibel IBM dengan DOS-nya.

Produk MS-Office? Lihat saja pada zaman munculnya MS-Office, Lotus sudah lebih dahulu bermain-main disitu dengan Lotus Suite.

MS-Exchange? Lagi-lagi Lotus Notes sudah menjelajah daerah corporate and colaboration messaging itu lebih dulu.

Active Directory? Sudah banyak yang berinovasi disini sebelumnya. Dimulai dengan produk BIND nya BSD (kita lebih mengenal dengan nama DNS), NIS dan NIS+ nya Sun serta e-Directory dari Novell.

Windows Aero yang bakal ada di Vista? Ini apalagi. Apple (lagi) telah mencangkokkan fitur ini ke Mac OS X. Komunitas open source malah sudah berhasil mengimplemetasikan terlebih dahulu melalui paket Xgl. Hebatnya, Xgl dapat berjalan baik cukup dengan on board video card sehingga tidak memerlukan requirement hardware seperti Aero look nya Vista yang meminta Video Card Memory 128MB, DirectX 9 compatible, Pixel View 2.0 support dan WDDM (banyak sekali ya???)

Virtual Server? Komunitas Open Source yang disebut "komunis" oleh salah satu petinggi Microsoft malah sudah curi start duluan. Toh akhirnya Microsoft mengakui kebutuhan fitur ini di dalam OS nya dan menggandeng Xensource (komunitas open source) untuk mengembangkannya di platform Windows.

Diluar itu semua, satu inovasi Microsoft yang saya akui cukup revolusioner adalah integrasi dan user-management-friendly. Kita lihat MS-Exchange, walaupun secara fungsional setara dengan Lotus Notes, namun integrasi ke ActiveDirectory benar-benar mengesankan. Rasakan juga kemudahan managemen MS-Exchange maupun ActiveDirectory. Juga bagaimana OLE dapat berinteraksi dengan sempurna antara produk-produk Microsoft. Kita bisa meletakkan dokumen Excel di Word dengan gampang,

Integrasi yang nyaman juga kita rasakan saat menggunakan produk keluarga Visual (Visual Basic dan saudaranya). Seolah-olah kita dibawa ke lingkungan visual programming. Kenapa saya pakai kata seolah-olah? Karena banyak orang yang salah mengartikan makna visual programming itu sendiri. Visual programming yang sesungguhnya adalah dimana programmer menggunakan icon-icon atau simbol grafis dalam menyusun satu program (Powware, StarLogo dll). Visual programming moderen bahkan sudah terintegrasi dengan UML. Nah, Visual Basic sendiri sebenarnya adalah programming kontekstual yang dilengkapi dengan IDE GUI. Disinilah kehebatan inovasi Microsoft.

Hal-hal yang saya paparkan diatas menjadi dasar asumsi saya bahwa pasarlah yang menentukan hegemoni satu organisasi dan Microsoft melakukannya dengan baik melalui cara berinovasi terbatas tapi dapat diterima pasar. Tapi bukan berarti inovasi yang relovusioner harus menyesuaikan kebutuhan pasar. Banyak inovasi revolusioner yang malah menciptakan pasar, seperti Apple dengan iPod nya. Siapa yang tadinya butuh mp3 player mobile sebelum iPod ada? Begitu iPod muncul, orang beramai-ramai mendadak "butuh" akan adanya alat ini.

Akhir kata, jangan takut berinovasi walaupun inovasi tersebut tak menjamin akan membawa kita ke tahap hegemoni, karena hegemoni hanya dapat dicapai dengan banyak faktor pendukung diluar dari inovasi itu sendiri.

Wassalam

Monday, October 02, 2006

Xen

Daku berinisiatif untuk mencoba produk virtual server ini pagi ini. Tapi sayangnya, malah kegagalan yang didapat. Tapi tak seluruhnya gagal, karena kegagalan yang saya dapatkan hanya kegagalan untuk menginstall dan mengkonfigurasi server agar Linux dan Windows dapat berjalan seiring dalam satu mesin. Sedangkan menyandingkan Linux dengan distro yang berbeda sudah tak ada masalah, mungkin percobaan berikutnya adalah Linux dan disandingkan dengan OpenSolaris.

Selidik sana dan sini, ternyata untuk menyandingkan Linux dan Windows sebagai guest OS nya dibutuhkan processor dengan fitur VT Enabled untuk Intel atau V-Enabled untuk AMD. Dan apesnya, processor saya hanya berselisih sedikit saja dari official list yang dikeluarkan oleh Xen. Disana tertulis, Xen minimum requirement, untuk processor AMD minimum Athlon64 3000+ dan seri yang saya gunakan adalah AMD Athlon64 2800+. Padahal, hardisk dengan ukuran 160GB sudah saya sediakan untuk keperluan ini. Artinya saya menunggu timing yang pas untuk upgrage AMD Athlon64 saya karena processor yang saya gunakan saat ini masih relatif baru.

Ya sudahlah. Sekarang, terpaksa saya mencoba alternatif lain, qemu, walaupun secara teknis dibandingkan dengan Xen, qemu akan membuat system mengalami degradasi performance secara signifikan.

Tak ada akar rotan pun jadi.

Wassalam

/body>